mengembangkan Risalah Islam dan memperkenalkan/mendidik mereka mengenal “ALLAH SWT” melalui maqam Tauhid yang 4 (empat) yaitu : ALLAH.
Selanjutnya burung Merak (Garuda) berkepala dua itu berenang di dalam 7 (tujuh) laut yaitu : (1), Laut akal. (2), Laut pikir. (3), Laut sabar. (4), Laut tawakkal. (5), Laut ilmu. (6), laut roh. Dan (7), lLaut hikmah. Bertepatan dengan perintah dari nama yang terpuji nama Muhammad, Rasulullah SAW sebagai sumber Risalah Islam, maka pada seketika itu juga “Tanah Besar GAPI” (Al Ghafilin) mengalami goncangan gempa bumi yang cukup dahsyat disertai guntur dan halilintar sambar-menyambar dengan hujan deras dimalam yang gelap gulita itu ditambah pula dengan gelombang pasangnya yang menakutkan sehingga penduduk negeri Tanah Gapi lari meninggalkan rumah tempat tinggal mereka dan berkeliaran karena ketakutan. Disana-sini terdengar rintihan tangis baik anak-anak, laki perempuan, tua maupun mudah karena isteri dan anak, ibu maupun berpisah seketika bahkan anak didalam kandungan dilahirkan ibunya seketika. Wanita yang hamil keguguran, rumah penduduk dan pepohonan ada yang tumbang dan lain-lain sebagainya.
Goncangan tanah Gapi mengisyaratkan akan kehadiran “Waliyullah” Imam Ja’farus Shadiq ke tempat itu sebagaimana isyarat “Ihram”, mi’raj dan munajat yang mewujudkan “Tabdil” setelah melewati tujuh alam dalam perjalanan “Mi’raj” yang sempurna dan kemudian berenang dalam tujuh laut (telaga Qalam) memungkinkan “penyatuan” kembali karena sesuatu “karana” dari sifat maani dan harus dari sifat Maanawiyah yang sangat kaya akan zat-Nya yang wajibul ujud dan amat kuasai dengan sifat ilmu-Nya qadim mengamanatkan kepada hambanya sebagai anugerah untuk dapat mengenal-Nya dan disembah-Nya. Maka terlimpahlah NUR itu kembali menjadi “rahasia” dari pada manusia untuk hidup dan mengenal akan dirinya, bahwa ia menyimpan dan berusaha menggalinya, karena sesungguhnya manusia adalah rahasia dari pada Allah SWT dan rahasia sifat itu ialah : Kodrat, iradat, ilmu, hayat, sama’a, basyar dan kalam yang dikarenakan oleh sesuatu, karena dari sifat Kadirun, Muridun, Aliimun, Hayyun, Sami’un, Basyirun dan Mutakallimun. Maka hiduplah manusia karena anugerah itu yang dahulu mati kemudian dan akan mati kembali. “Inna Lillahi Wa inna Illahi Raaji’un”.
Terlimpahnya NUR karena “Tabdil” dari NUR yang menyerupai burung merak (Garuda) berkepala dua terganti/tertukar dengan mewujudkan kembali karena kekuasaan Allah SWT yang maha Besar menjadi “INSAN” manusia “Imam Ja’far Ash Shadiq” disebut dalam versi bahasa Ternate dengan “FORAMADIAHI” artinya tertukar, sama dengan “Tabdil” dan turun kembali ke alam insan atau alam dunia ini disuatu tempat yang kemudian menjadi nama tempat itu dengan “FORAMADIAHI” yang kini ditempat itu menjadi sebuah kampung kecil di Ternate, sedang peristiwa itu terjadi Ternate sendiri belum ada, karena belum terjadi lagi peristiwa pecahnya “Tanah Gapi”.
Menjelang pagi setelah redanya gempa bumi dan badai, menyusul Fajar pagi diufuk Timur (bandingkan dengan peristiwa diatas) menandakan akan munculnya “Matahari” pagi, tampaklah ditepi pantai “FORAMADIAHI” seorang laki-laki yang gagah perkasa mengenakan “Jubah dan Sorban” yang berwarna putih bersih, melangkah dengan penuh keyakinan menuju kedarat sambil sesekali melepaskan pandangan kesamping kiri dan kanan, melihat kalau-kalau ada orang lewat ditempat itu. Sementara itu pula ada beberapa orang pribumi telah lebih dahulu melihat dan menyaksikan keadaan diri sang “Waliyullah” Imam Ja’farus Shadiq” dan mereka berkata bahwa dia ini “TUHAN” dan tidak salah lagi, sebab tidak ada yang dapat mampu menggoncang Tanah Gapi dan menghembuskan badai seperti pada malam tadi itu, kecuali “TUHAN” dan dia inilah sebab kehadiran dan keberadaannya sangat berbeda dengan kita. Akhirnya, terlihat juga sang Waliyullah kepada rombongan mereka dan beliau memanggil dengan bahasa Tanah Gapi (Ternate) dengan fasih untuk mendatangi beliau sang Waliyullah Ja’farus Shadiq dan segera mereka mencium tangan beliau dan menyebut “Ya Jou Giki Amoi” artinya Ya Tuhan Yang Maha Esa, kami menyembah (JOU SUBA), karena harumnya yang semerbak mereka tidak lagi mau melepas tangan dan akhirnya memeluk beliau dan mencium sepuas-puas hati mereka. Mereka berjalan bersama sang Waliyullah dan yang lainnya berusaha memanggil masyarakat untuk berkumpul karena telah hadir ditengah-tengah kita “TUHAN” (Giki Amoi) yang nanti menjadi Kolano Matiti (Penguasa) untuk memerintah kita dan memberikan kita ilmu yang banyak, Imam Ja’farus boleh dikata Lambang Nasional dan Spiritual sebab kehadirannya terlalu luar biasa yang dalam legenda tradisional dikenal sebagai “jou/Kolano Matiti” artinya inti pokok yang sabdanya sendiri menjadi hukum dan undang-undang yang harus dijalankan.
Sejarah islam barangkali belum pernah mencatat tentang masuknya Islam di Maluku (Al Mamlakatul Mulukiyyah) dengan pelaku sejarahnya “Imam Ja’far Ash Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainul Abidin, bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib pada kira-kira 125 H atau 744 M.
Sejarah perjuangan Imam Ja’far Ash Shadiq lebih banyak dikenal di Medinah dan Irak sekitarnya dalam usaha mengembalikan citra Islam yang telah dikaburkan oleh orang-orang Arab sendiri. Sedangkan hijrahnya ke Al Ghafilin (Gapi) sampai terbentuknya pemerintahan “Al Mamlakatul Mulukiyyah” jelas tidak akan diketahui orang sebab perjalannya melalui “Mi’raj” yang dimulai dari “GUA TSUR” kemudian diperjalankan dan Allah SWT memberkahi sekelilingnya tanda-tanda kekuasaan-Nya yang selanjutnya menjadi dasar perjuangannya dan berakhir di Al Ghafilin (GAPI), tepatnya di FORAMADIAHI pada awal “FAJAR” sekaligus melaksanakan Shalat Shubuh (bandingkan Namanya, Shalatnya dan waktu subuhnya) adalah “Totalitas” yang bukan lain daripadanya. Satu kemungkinan yang barangkali dapat diterima akal manusia ialah selama masa persembunyian beliau yang jelas tidak diketahui orang, kecuali Allah SWT karena “kodrat dan Iradat-Nya” untuk mengembangkan Islam dan Risalahnya di Timur Jauh yang dimulainya di Al Ghafilin (GAPI). Kemungkinan yang lain ialah bahwa Imam Ja’far sendiri tentu tidak akan memberitahukan persembunyiannya dan maksud hatinya sendiri, kecuali kalau para ilmuan dan ahli-ahli sejarah Islam kembali mengkaji dan mengartikan maksud dari sebuah “Hadits” Nabi SAW. Yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut :
“ Akan datang suatu zaman (Sya’ti zamani) Dia (Ja’far Ash Shadiq) dari keturunanku dikemudian hari melalui anakku (Putriku) Fatimatuz Zuhriyyah, akan membuat perubahan yang besar di Timur, (sambil jari telunjuk Nabi SAW menunjuk ke arah Timur)”.
Hubungkan hadits ini dengan isyarat wahyu Allah SWT kepada Nabi ketika bersama sahabat “ABU BAKAR RA” di Gua Tsur tempo dulu. Siapa saja, boleh tidak menerima sepanjang dapat memberikan alasan-alasan dan argumen-argumen yang tepat dan dapat diterima akal yang sehat dan jangan karena didorong oleh nafsu atau karena sesuatu kepentingan.
Al Ghafilin dan Gapi versi Ternate, barangkali merupakan bukti kebenaran itu, karena selain mempunyai arti yang sama yaitu “yang dilupakan” juga ucapannya yang hampir bersamaan. Begitu pula kalau kita melirik bukti yang lain seperti yang terdapat dalam bagian awal dari Firman Allah SWT berikut ini : “Tubaddilul Ajasadu” dan kata “FORAMADIAHI” yang juga mengandung arti yang sama yaitu “Tergantu atau tersalin”. Sebuah ungkapan dalam bahasa tradisional Ternate yang diciptakan oleh Imam Ja’far Ash Shadiq sekaligus membenarkan pengetahuan Ushuluddin dengan Empat Maqam Tauhid, ialah berbunyi sebagai beriku :
“ NAKO KOKO TOMA SIFAT GE TOMA ZAT MA GONAGA
Artinya ; Apabila berdiri “sifat” itu kepada “zat”.
Selanjutnya maka : - Kodrat Menjadi Kadirun
- Iradat menjadi Maridun
- Ilmu menjadi Aliimun
- Hayat menjadi Hayyun
- Syama’a menjadi Syamii’un
- Basyaar menjadi Basyiirun
- Kalam menjadi Mutakallimun
Sifat “MA-ANI” yang dikarenakan oleh sifat “MAANAWIYAH” yaitu sifat yang melajimi sifat Maanawiyah menjadi nama zat itu, karena kaya akan zat Allah sehingga berlajim-lajiman, sebagaimana besi disepuh api dimanakah besi dan dimana pula api.jadi itulah besi dan itu pula api. Tiada perbedaan keduanya.
“ JAGA ELI LAHA-LAHA SENIRONGA MAANAWIA “
Artinya “ Ingatlah baik-baik, karena namamu Maanawia”
“ TO TUM NGOLO KADIM TO SIBALA RAHASIA ”
Artinya : Aku tenggelam/berenang dilaut Kadim, dan saya timbul didalam rahasia
Itulah tujuh laut yaitu : Laut Akal, alaut Pikir, laut Ilmu, laut Sabar, laut Tawakkal, laut Roh dan Hikmah, kemudian ia bersabda didalam rahasia-Nya (Kebaqaan Allah).
Firman Allah : Wa fi An Fusikum afala tubairun
Artinya :
Inilah beberapa bukti tentang kehadiran Imam Ja’far Ash Shadiq di Tanah GAPI (AL GHAFILIN), tegasnya di Al Mamlakatul Mulukiyyah atau Maluku sekarang ini. Ia diperjalankan dengan ilmu Allah SWT karena “kodrat dan iradat” dan ia memiliki kemampuan ilmu yang luar biasa baik dalam bentuk bahasa agama maupun dalam bentuk bahasa tradisional (Ternate) yang khas dan semua itu adalah firman dan hadits-hadits “qudai” yang disusun dalam bahasa tradisional Ternate oleh “Imam Asy Syarief Rafi’ah Tasyriiful Ja’far Ash Shadiq sebagai Lambang Kesultanan Al Mamlakatul Mulukiyyah”. Masih banyak lagi ungkapan-ungkapan Agama Tauhid ini, namun hanya sebagai perkenalan dan sekedar membuktikan kehadiran beliau di Maluku Utara yang selanjutnya sebagai sumber “Embrio” atau “Sumber Keturunan” para Sultan turun-temurun yang telah memenuhi Bumi Persada Nusantara ini, bahkan sampai keluar negeri.
“ DARA TOLEFO MAPILA SORO GUDU TO NONAKO “
Artinya : Burung dara yang telah aku tuliskan pada sayapnya, sekalipun ia telah terbang jauh aku tetap mengenalnya
Kalimat tersebut mengandung dua sasaran pengertian yaitu :
Pertama : Bahwa Allah SWT perlu dan harus dikenal, karena awal agama itu mengenal akan Allah-Taala
Kedua : Bahwa keturunanku telah Aku beri tanda (ilmu dan hikmah sekalipun keturunan yang sudah jauh turun-temurun, tetapi Aku akan mengenal mereka
“ DARA NGORI RI PIARA, GE SORO YORI DAGO-DAGO “
Artinya : Burung dara yang Aku pelihara, sekalipun kemudian ia terbang, tetapi ia akan tetap dalam kecintaanku karena belahan jantungku.
Kalimat ini mengibaratkan bahwa Allah SWT tetap bersama aku sampai pada akhirnya Aku wafat kembali ke Rahmat Allah. DIA tetap bersama aku.
Dalam pengertiannya yang lain, bahwa keturunanku yang aku pelihara sejak kecil, sekalipun mereka sudah menurunkan keturunannya yang banyak dan terpencar-pencar ke negeri-negeri lain, namun mereka adalah kecintaanku, buah-buah hatiku dan bagian dari aku.
1. Imam Ja’far Ash Shadiq dan Halifatullah
Sebuah “Nama” yang sangat terkenal pada zamannya, tidak saja karena perjuangannya, tetapi lebih dari itu (Ia) sangatlah masyhur dan sangat disegani baik kawan maupun lawan. Ia memiliki ilmu yang tinggi yang diperolehnya dari ayahnya dan nenek-neneknya sampai kepada moyangnya yang Mulia dan Terpuji, nama “Muhammad” Nabi bagi sekalian mu’min dan penghulu dari sekalian Nabi-Nabi.
Namanya asli ialah “Abu Abdillah” alias Ja’far Ash Shadiq adalah gelarnya yang sangat terkenal itu, baik didunia Arab maupun di bangsa “Ajam”. Syai’ah menggolongkan beliau sebagai imam keenam dari “Itena Al Asy’Ariyah” kalangan imam dua belas dari kalangan Ahlul Bait Nabi SAW. Dia bukan saja “Bapak/Ayah” dari Musa Al Ka Ali Uraidhy, Abdullah, Abu Bakar dan Ismail serta lain-lainnya. Tetapi juga dari : Putri Boki Mariana, Putra Kacili Syayyed Muhammad Al Baqir, Putra Kacili Syayyed Akhmad Sani, Putra Kacili Syayyed Muhammad Nukil, Putri Boki Segar Nawi, Putri Boki Sahar Nawi, Putri Boki Sadar Nawi, Putri Boki Sitti Dewi dan Putra Kacili Syayyed Muhammad Nurus Syafar alias Bab Mansyur Ms Lamo.
Di Maluku Utara terkenal dengan nama Ja’farus Shadiq atau Ja’far Noh. Beliau sehari-hari menggunakan bahasa Gapi atau bahasa Ternate sehingga ilmu yang diterapkannya dengan mempergunakan bahasa Ternate. Dia sangat disanjung oleh masyarakat Gapi waktu itu sebagai lambang Maloku Kie Raha yang diwujudkan dengan “GARUDA KEPALA DUA”. Kemampuannya dalam bidang ilmu dan hikmah. Dia dikenal pula sebagai “Kololi Kie Waliyullah JAOHAR” bahkan dijuluki sebagai “Lunas dari Bahtera Noh” yang jadi pulau Halmahera. Dikatakan “Kololi Kie” karena beliau keliling dunia bukan dengan kapal atau perahu, tetapi dengan “Kasyayaf” atau gaib kemudian kembali lagi ke Tanah Gapi. Jumlah 9 (sembilan) orang putra-putri beliau inilah yang kemudian dijadikan dasar pemerintahannya sebagai kepala (Pemimpin) dari S atau Marga (Teon) atau Negeri Sembilan, yang di Jawa dikenal Wali Songo. Dimana saja negeri-negeri yang menggunakan Marga/Wali sembilan ini adalah dari keturunannya.
Sumber:http://puspitafitridotcom.wordpress.com/2011/04/05/sejarah-peradaban-islam-di-maluku/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar